Pages

Tuesday, October 11, 2011

Aku Dalam Alamku...

Wahai Siang, bila hadirmu adalah untuk menegakkan tulang punggung dan meneguhkan langkah kaki,
maka tetaplah dirimu terik sesanggup kau bisa,
dan diriku akan selalu bersanding dalam terangnya cahaya mentari yang menjadikan kau ada...

Duhai Malam! bila dirimu menginginkanku bersamamu melewati remang,
maka selimutilah aku sebagaimana Tuhanmu menitahkan Engkau dalam pergiliranmu menggantikan Siang,
dan jagalah aku di kala menjelang Rembulanmu kembali hilang,
sehingga punah segala halusinasi yang ku tak pernah tahu kapan akan menjadi nyata...

Hujan! Mengapakah banyak manusia samakan kau dengan tangisan?
sedangkan jutaan tetesanmu adalah rahmat Tuhan yang selalu dinantikan...

Awan! Bukanlah kelabunya warnamu adalah gambaran kesedihan,
karena sebagian kami jadikan kau pembawa keteduhan...

Kawan! Apakah tersampaikan pesan kalbu yang berusaha menjaga kembali kemurnian?
tiada hilang walau terbasuh jutaan tetes hujan, atau terhapus oleh kelamnya kelabu awan...

Thursday, June 30, 2011

Untuk Kita Resapi, Dik!

bagaimana kabarmu hari ini, Dik?

bagaimana jua kabar imanmu hari ini, Dik?

bukan pertanyaan yang perlu kau jawab kepadaku Dik,

cukup sebutkan jawabannya kepada hatimu yang suci...

pernahkah kau mendengar sebuah kisah tentang An-Nafs Al-Muthmainnah??

pastinya pernah kau mendengarnya...

yaitu jiwa yang tenang, yang hatinya puas dan penuh kebanggaan

mereka berbaris rapi menuju rahmat Tuhannya

berjalan dengan penuh kegembiraan menuju abadinya kebahagiaan

atau pernahkah kau mendengar kisah tentang dua buah syurga Al-jannatain
yaitu dua buah syurga yang diperuntukkan bagi mereka yang takut kepada Tuhannya

di dalamnya terdapat dua buah mata air yang mengalir jernih

di dalamnya pula terdapat buah-buahan yang berpasangan

penduduknya bermata jelita, seakan kedua mata mereka terbuat dari permata

tidak ada keluh kesah atau kesedihan di sana

atau pernahkah kau mendengar cerita seorang pemuda dari ujung kota

ia bukanlah sesiapa di mata dunia

tapi ia adalah tamu kehormatan bagi penduduk akhirat

tahukah dirimu Dik, siapakah dia??

dia adalah pemuda yang berkata "wahai kaumku, ikutilah para Rasul itu"

kemudian ia gugur dalam ampunan Tuhannya dan bergembira di Dunia Sana

ataukah tentang para Al-ibaad Al-mukhlashin
yaitu para Abdullah yang dibersihkan
yang berada di atas takhta yang berhadapan

mereka berbincang satu sama lain

dan berjalan-jalan mengunjungi teman mereka di dunia dahulu
yang meragukan akan hari kebangkitan dan hari pembalasan

tapi dimanakah mereka menemukan teman mereka tersebut ??

di dalam neraka yang menyala-nyala ia mendekam

Na'udzubillah tsumma na'udzubillah


duhai Dinda! mari bersama kita dengarkan kisah-kisah tersebut

kisah sebuah tempat yang indah di Dunia Sana

dan kisah para penghuninya yang sebelumnya sama seperti kita di Dunia sini

Duhai Dinda! adakah dirimu mencintai Tuhan kita ??

Dia yang menciptakan kita dan mengangkat kita dari kehinaan ke tempat yang mulia

Dia yang selalu menyayangi sesiapapun kita

wahai dinda! tiada pernah kami bermohon kepada-Nya agar membuat kau mencintai kami

tapi kami selalu bermohon kepada-Nya agar Dia membuatmu mencintai-Nya

Wednesday, June 15, 2011

Perjalanan Hati...

Tadi malam sahabatku datang berkunjung. Bukan berkunjung ke rumahku, tapi berkunjung jauh lebih dalam dari sekedar masuk ke dalam kediamanku, ia berkunjung ke dalam hati dan seluruh bagian dalam pikiran dan akalku..

Ia datang tidak dengan berjalan kaki, atau dengan kendaraan beroda yang biasa kita gunakan, tapi ia datang dengan kendaraan cinta dan kasih sayang, kendaraan yang sejak dulu selalu kami gunakan sebagai kendaraan yang tidak pernah terlambat dan selalu ada kapan pun kami butuhkan. Biasanya kami gunakan kendaraan tersebut untuk saling berkunjung dan saling menasehati, saling mengokohkan, dan saling berbagi cita dan cerita...

Tanpa mengetuk pintu ia masuk ke dalam hati dan pikiranku, karena memang pintu tersebut selalu terbuka untuknya, bila pun sesekali tertutup, ia selalu memiliki kuncinya...

Ia datang dengan mengenakan pakaian putih bersih nan anggun, sangat bersih sampai-sampai aku tidak bisa melihat tanda-tanda perjalanannya, sangat anggun sampai-sampai tidak bisa lepas pandanganku takjub padanya, sangat harum namun bukan harum yang menusuk tapi harumnya seakan merasuk hingga ke dalam rongga tulang di seluruh tubuhku...

Ia datang dan berbincang dengaku, bertanya bagaimana kabarku, walaupun sebenarnya ia tidak lagi perlu tanyakan hal itu, karena ia pasti selalu tahu tabir dibaliknya...

Kemudian ia mengajakku berjalan-jalan, membawaku ke sebuah tempat yang tidak pernah ku kunjungi, sebuah taman indah penuh bunga menari-nari dan kupu-kupu berwarna-warni...

Kutanyakan kabarnya, bagaimana kabarmu? Ia menjawab, seperti yang kau lihat, aku sangat berbahagia sekarang, aku bisa tersenyum dan senyumanku tidak lagi semu seperti dulu, aku dapat terbang, bukan tubuhku yang terbang, tapi pandanganku dapat melampaui jauhnya hamparan bumi, aku sangat bertenaga, sampai-sampai tidak bisa merasa lelah dan diam untuk melakukan banyak hal yang aku harapkan kebaikan di dalamnya. Aku sangat tenang, karena tidak lagi ada yang bisa mengurung hati dan akalku.

Akupun tanyakan, bagaimana bisa seperti itu?

Ia menjawab, teman! Bukankah sudah sampai kepadamu ayat-ayat Tuhan kita, 'yaa ayyuhannafsul muthmainnah, Irji'ii ilaa rabbiki radhiyatammardhiyah, fadkhuli fii 'ibadii wad khuli jannatii...'

Kemudian tiba-tiba ia berlari dan mengajakku ke tempat lain, ia katakan 'coba kesini, aku ingin tunjukkan tempat kediamanku saat ini. Sebuah tempat yang aku belum pernah lihat ada tempat lain yang lebih megah dan menawan dari pada tempat tersebut, pekarangannya sangat luas dengan taman-taman yang indah, untuk mencapainya kita harus melalui sebuah tangga berundak, karena memang tempat tersebut lebih tinggi posisinya daripada dataran sekitarnya...

Ia bercerita, disana ia tidak pernah lagi merasakan kesedihan, ia tidak pernah lagi merasakan keletihan, ia tidak pernah lagi merasakan kesendirian, ia memiliki sebuah dipan tempatnya biasa bersantai yang sangat nyaman...

Tidak ada lagi kebosanan atau sekedar rasa khawatir di malam hari, yang ada hanya kesenangan dan kegembiraan, dan itu terlihat benar dari wajahnya, aku tidak melihat ada kerutan atau bekas-bekas kesedihan disana, yang ada hanyalah pancaran ketundukan dan ketaqwaan kepada Tuhan kami, pandangannya teduh, senyumnya tulus, raut wajahnya menenangkan siapapun yang melihatnya. Dalam hati aku berdo'a, 'Duhai Rabbi, berikan aku kesempatan merasakan kenikmatan iman dan ketaqwaan sebagaimana kenikmatan tersebut Engkau berikan kepada Sahabatku ini'...

Aku berkata kepadanya, 'teman! Bisakah kau ajak aku kesana?'

Ia menjawab, 'aku sangat ingin kita bersama bisa menikmati apa aku rasakan saat ini, namun aku tidak bisa menyentuh dirimu saat ini?'

Aku bertanya lagi, 'mengapa?'

Ia menjawab 'karena kau sendiri yang mampu untuk mencapainya, aku hanya bisa menunjukkan tempat ini kepadamu.'

kemudian ia berjalan menaiki tangga berundak menuju ke dalam, aku mengikutinya, tapi tiba-tiba langkahku tertahan, seakan ada beban berat yang membuat kakiku berhenti melangkah. Aku memanggilnya, 'temanku! Tunggu aku! Mengapa aku tidak bisa melangkah maju?' Adakah sebuah tabir yang menghalangiku namun aku tidak bisa melihatnya?'

Kemudian ia berhenti dan berkata, 'coba lihat kakimu, dan tanganmu, dan bahumu, dan tubuhmu ! Tidakkah kau melihat dan merasakan ada tali yang melilit semua itu?'

Kemudian aku mencoba memperhatikan seluruh bagian tubuhku, ternyata benar, ada sangat banyak ikatan yang menjerat tubuhku, dan ikatan ini sangat kencang kurasakan, namun anehnya, kulihat simpul-simpul yang terangkai, bukanlah simpul-simpul baru, entah sudah berapa lama simpul-simpul ini mengikat tubuhku, tapi baru bisa kurasakan saat ini.

aku bertanya kepadanya, ikatan-ikatan apakah ini?

Ia menjawab, itu adalah ikatan keegoisan dirimu, ikatan hawa nafsu, ikatan syahwat, ikatan kecintaanmu pada dunia, dan ikatan-ikatan semu yang kau sendiri ikatkan selain ikatan pada agama Tuhan kita...

aku meminta bantuannya melepaskan ikatan-ikatan ini, tapi ia berkata, 'aku tidak bisa, hanya dirimu sendiri yang bisa melepas ikatan-ikatan itu, karena simpulnya kau sendiri yang merangkainya.'

Aku sedih, menangis karena tidak sanggup melapas ikatan-ikatan yang semakin lama terasa semakin kencang mengekang. Aku berteriak, tapi sahabatku hanya bisa terdiam, kulihat bulir-bulir air mata keluar dari matanya, tidak sanggup melihatku menderita karena ikatan-ikatan ini...

Kutanyakan kepadanya, bagaimana aku bisa melepaskan ikatan-ikatan ini? Ia berkata, 'ikhlaslah kepada semua tuntunan Tuhanmu yang tercatat rapi pada kalam yang tertulis di dalam mushaf-mushaf yang tersimpan rapi di atas rak-rak buku mu'

Tertunduk aku menyesal, bersimpuh aku berusaha meng-ikhlaskan diriku, terlalu banyak ikatan yang membelitku.. Dan aku sendiri yang mebelitkannya ditubuhku... Bisakah aku melepaskan semua ikatan ini? Hanya ampunan dari Tuhanku dan kasih sayangnya yang bisa menyelamatkanku sebelum akhirnya aku terikat kaku dan binasa dalam kehinaan...

Akankah aku bisa meraih tempat yang tinggi tersebut, sebaimana Sahabatku yang tampak dihadapanku?

Allahu Rabbi, Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minazhzhalimin...

Berulang aku lafadzkan kalimat itu, Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minazhzhalimin...

Allhumma Anta Rabbi, laa ilaha illa anta, kholaqtani, wa ana 'abdika, wa ana ala ahdika wa wa'dika mastatho'tu, a'dzubika min syarri ma shona'tu, abu u laka bi ni'matika 'alayya, wa abu'u bidzambi, faghfirli, fa innahu laa yaghfirudzdzunubi illaa Anta...

Terasa semakin renggang ikatan-ikatan ini melilitku, perlahan kurasakan simpulnya menjadi longgar, menjadi ringan tubuhku saat ini, ku mencoba berdiri, dan aku sanggup untuk berdiri, ku mencoba mengurai satu per satu talinya hingga terlepas semua ikatannya...

Ku bersujud bersyukur padaNya telah melepaskan ikatan-ikatan ini,

Sekarang aku bisa melangkah kembali, mengikuti temanku menaiki undak-undak tangganya, kemudian dia memegang tanganku dan memberiku sebuah tali, berbeda dengan tali-tali sebelumnya, tali yang satu ini terasa lembut di ganggaman, terasa hangat dan menenangkan.

Aku bertanya, tali apakah ini? Ia menjawab, itu tali agama Tuhan kita, peganglah erat-erat, dan jangan sekali lagi kau lepaskan. Dengan itulah kita bisa menaiki titian tangga ini hingga sampai di tempat indah di atas sana itu...

Dengan riang gembira aku menggenggamnya erat, dan berusaha mengejar langkah kaki temanku yang sangat ringan, hingga bak terbang ia melangkah...

Dan kini, aku dapat kembali tersenyum teman, kembali dapat merasakan nikmatny sujud-sujud panjang di hamparan bumi Tuhan kita...

Aku berharap kita semua bisa merasakan kenikmatan yang sama, karenanya, berdirilah di barisan yang sama dengan orang-orang yang telah terdahulu berada di atas sana. dan aku, saat ini sedang berusaha mencapai dan merapihkan diri di dalam barisan tersebut...