Pages

Wednesday, May 26, 2010

Perenungan Makna dan Arti

sejenak di hari yang lalu kumendengarkan petuah seorang Guru tentang arti keikhlasan

sejenak dengan sedikit perhatian kumencoba memahami apa yang menjadi makna di balik keikhlasan

Sang Guru ucapkan tiga kunci, "Lillah, Billah, dan Fillah"...

Berat rasanya kumaknai setiap kunci tersebut

bukan berat untuk mengerti arti dari setiap kunci

tapi berat dalam ujar, laku dan pikir di diri

teringat kembali aku pada petuah seorang Guru yang lain

bahwa "keikhlasan membawa pada kekuatan"...

"keikhlasan membawa pada ketenangan"...

"keikhlasan membawa pada kemenangan"...

kemudian ku renungi kembali

terasa begitu pancaran keikhlasan Sang Guru begitu terang menyinari

terasa betapa keikhlasan Sang Guru begitu cepat menulari

menular pada diriku sesaat ketika aku mendengar setiap petuah darinya

satu lagi pelajaran kudapati di hari itu

bahwa keshalihan adalah hal yang dapat menular

pantas saja banyak orang berilmu berpesan untuk mencari teman dan lingkungan yang baik

agar kita dapat tertular kebaikannya

kembali lagi kuteringat di masa yang lalu

pernah ku memberi sebuah nasihat kepada seorang sahabat

sahabat yang kusimpan namanya dalam hati

sahabat yang dalam ucap ku katakan kucintai

nasihat yang baik lagi penuh budi

tapi tidak kudapati nasihat ku tersimpan dan membekas merubah diri

bahkan semakin menjadi

kemudian kucemooh ia dalam diri, kukatakan pengkhianatan telah ia bagi

kukatakan kebodohan baginya

tapi kini kuberpikir

adakah itu karena tidak ada keluhuran seluhur isi nasihat yang kuberi dalam diriku

sama seperti keshalihan yang dapat menular, penyakit hari pun pasti demikian

adakah memang kumurni memberi karena Ilahi

atau justru penyakit hati yang kutulari

penyakit hati yang penuh duri dan cacat diri

tidak seperti ketika Sang Guru menasihati pada murid-muridnya

yang seketika dapat menyinari para hati

alih-alih sinaran terpancar, hanya kegelapan yang menjangkiti dari diri ini

betapa aku memahami saat ini

sekiranya bukan karena Tuhanku perintahkan untuk saling menasihati

pun Sang Rasul sampaikan "Addiinu Nashihah", "Agama adalah Nasihat"..

maka tidak akan sekalipun mulai saat ini akan aku nasihati semua pribadi

(Kota Penuh Arti, 27-05-2010/10:53)

Monday, May 10, 2010

terima kasih harapan...

Berbahagialah mereka yang dipundaknya teranugerahi sejumlah harapan,
berbahagialah mereka yang di dirinya tertanam sepundi harapan,
berbahagialah mereka karena tidak semua orang mendapatkannya.

karena harapan-harapan itulah yang menjadikan diri kita ada,
karena harapan-harapan itulah yang menjadikan diri kita bernilai,
karena harapan-harapan itulah yang membesarkan kita,
karena dengan harapan-harapan itulah usia kita dapat melampaui waktu hidup kita.

karenanya jagalah harta berharga tersebut, karena bila ia hilang maka penyesalan menjadi obat pahit penawarnya..
jagalah harapan2 itu: harapan kedua orang tua kita, harapan orang2 terdekat kita, harapan masyarakat dan umat kita, harapan Rasul kita...

jagalah harapan-harapan itu..pun bila kita belum sanggup memenuhi semuanya maka amin-kanlah harapan-harapan itu, semoga suatu saat Tuhan kita yg maha Perkasa membantu kita memenuhinya...

Tuesday, May 04, 2010

Jangan Salahkan Jalan!!!

Jangan pernah salahkan jalan, teman!bila ia panjang berliku pun penuh duri dan batu..jangan pernah salahkan jalan, bila ia sempit pun menanjak tanpa henti..karena jalan selalu berada di bawah..kita lah yg memilih dan menentukan arah dan tujuannya..karena tugas jalan hanya mendampingi perjalanan..kita lah yang merencanakan dan memutuskan perjalanan tersebut..dan jangan pernah salahkan perjalanan bila pemandangannya tidak selalu indah..karena bila kita sadari bahwa tujuan dari perjalanan itu indah..maka kita tidak akan membutuhkan pemandangan lain selain itu..

Allahu a'lam...

Monday, May 03, 2010

sedikit tentang kebanggaan...

aku bangga pada mereka yang hidup sederhana, bukan karena mereka tidak sanggup untuk hidup dalam kemewahan, tapi karena mereka tidak ingin kemewahan membuat hati mereka menjadi terikat pada harta yang mereka miliki

aku bangga pada mereka yang menjaga nama baik mereka, bukan karena mereka berharapa pujian dari banyak orang, tapi karena Tuhan mereka memerintahkan mereka untuk menjaga diri dari fitnah, fitnah bagi orang lain dan juga diri mereka sendiri

aku bangga pada mereka yang namanya harum di mata masyarakat akhirat, bukan karena mereka tidak hidup di dunia, tapi karena kehidupan dunia tidak mampu menipu dan memalingkan pandangan mereka dari kehidupan akhirat

aku bangga pada mereka yang berjuang keras untuk mencapai cita-cita mereka, bukan karena mereka tidak mampu melalui jalan pintas yang mudah, tapi karena mereka tidak mau mereka tidak mendapat pelajaran dari setiap proses yang mereka hadapi

aku bangga pada mereka yang tidak pernah mengeluh, bukan karena mereka tidak pernah merasa jenuh, bukan karena mereka tidak pernah diselimuti peluh, tapi karena mereka mengerti, semua yang mereka alami adalah karena Tuhan mereka ingin mereka belajar dari itu, karena pasti ada pelajaran yang lebih berharga yang terdapat didalamnya

aku bangga pada mereka yang senang menjaga kepercayaan, bukan karena mereka sok merasa lebih baik dari yang lain, bukan karena mereka merasa yang paling mampu, tapi karena dengan itulah do'a-do'a tulus akan terus mengalir kepada mereka, karena dengan itulah Tuhan mereka akan tetap menjaga mereka

aku bangga pada mereka yang begitu tulus menbantu sesama, bukan karena mereka berharap balas budi, bukan karena mereka haus ucapan terima kasih, tapi karena mereka ingin Tuhan mereka selalu membantu mereka

aku bangga pada mereka walaupun aku bukan termasuk ke dalam golongan mereka, aku bangga walaupun hanya bisa menjadi teman mereka, aku bangga karena Tuhanku pun pasti bangga kepada mereka

aku bangga karena merekalah yang selalu mengulurkan tangan dengan senyuman yang selalu hangat mengajakku turut berbahagia seperti mereka, aku bangga pada mereka walaupun aku masih jauh dari mereka... dan aku bangga kepada mereka karenanya aku ingin bertemu mereka...bertemu mereka di kehidupan kekal dalam kebahagian...

Kematian Hati

oleh Ust. Rahmat Abdullah Allahuyarham

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"