Pages

Tuesday, April 01, 2008

Sepinya Shaff-Shaff Shubuh dan Fenomena Terpuruknya Kondisi Umat

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Shubuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak.”

(H.R. Bukhari dan Muslim)

Umat Islam saat ini bagaikan buih di lautan, jumlahnya besar, tapi tidak punya kekuatan, akan hancur ketika menyentuh karang. Seakan-akan telah menjadi kenyataan apa yang Rasulullah katakan dahulu, bahwa akan tiba sebuah zaman dimana umat islam bagaikan hidangan yang dikelilingi oleh orang-orang yang kelaparan, bukan karena jumlahnya yang sedikit, tapi karena penyakit wahn yang telah mewabah di sekujur tubuh umat ini.

Cinta dunia dan takut mati seakan-akan telah manjadi bagian dari model alam bawah sadar sebagian besar dari umat islam di zaman ini. Gaya hidup hedonis, merasa bangga ketika bisa mengekor budaya kafir, senantiasa mengejar kenikmatan dunia walau dengan cara-cara yang haram adalah sebuah keseharian yang tidak lagi aneh terjadi di masyarakat yang mayoritasnya adalah umat Islam. Maka tidak heran bila segala kecelakaan dan kenistaan menghinggapi umat islam sekarang ini. Hampir dimanapun ketika umat islam menjadi minoritas, maka yang mereka alami adalah penindasan. Kondisi umat yang seperti ini benar-benar membuat hati pilu.

Apabila kita bertanya, mengapa kondisi umat saat ini bisa seterpuruk ini? boleh jadi banyak jawaban yang dapat dikemukakan, dari mulai banyaknya umat islam yang tidak lagi mengamalkan ajaran islam dengan benar, atau banyaknya yang melalaikan syariat Allah. Namun satu hal yang menarik adalah, terpuruknya kondisi umat saat ini dapat terlihat dari shaff-shaff shubuh umat ini sekarang. Seakan-akan jama’ah shalat shubuh di masjid-masjid menjadi indikator akan kondisi umat dimanapun dan kapanpun.

Lalu bagaimana jama’ah shalat shubuh dapat menjadi indikator akan kondisi umat islam secara umum?

Shalat Shubuh, sebagai shalat yang berada di antara 2 waktu istimewa yaitu waktu sepertiga malam terakhir dan waktu terbitnya fajar, memiliki nilai tersendiri bagi umat Islam. Secara filosofis pun waktu shubuh merupakan awalan bagi aktivitas sebagian besar manusia. sebagimana telah Allah tetapkan bahwa siang hari adalah waktu bagi manusia untuk mencari penghidupan dan waktu malam adalah waktu untuk beristirahat (QS 25:47). Begitu banyak keutamaan yang telah Allah tetapkan pada waktu-waktu tersebut. Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengatakan:

“Allah akan turun ke langit bumi pada setiap malam, ketika malam tinggal sepertiga yang terakhir. Dia berkata, ‘Mana hamba-ku yang berdo’a, untuk aku kabulkan (do’anya)?mana hamba-Ku yang meminta kepada-ku, untuk Aku penuhi (permintaannya)? Mana hamba-Ku yang beristighfar, untuk Aku ampuni (dosanya)?’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitulah bahwa shalat shubuh adalah shalat fardhu yang berada di akhir malam. Hingga shalat sunnah fajr yang merupakan sunnah rawatib dari shalat subuh setara dengan shalat qiyamullail sepanjang malam. Begitupun shalat shubuh itu sendiri, yang memiliki keutamaan yang besar seperti yang dijelaskan pada hadits berikut:

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat”. (HR. Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Ada 2 shalat dimana dilakukan pada waktu malam hari (waktu dimana hari dalam keadaan gelap) yaitu shalat isya’ dan shubuh.

Begitu besarnya keistimewaan yang terdapat pada shaff-shaff shalat shubuh di masjid-masjid. Namun kemudian Allah pun menetapkan bahwa tidak semua orang memahami keistimewaan-keistimewaan tersebut. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim:

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Shubuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Bahwa shalat shubuh dengan berbagai keutamaannya menjadi pembuktian atas keimanan seseorang. Karena hanya orang-orang yang benar-benar beriman saja yang akan merasa ringan untuk mendatangi jama’ah shalat shubuh di masjid. Hal ini merupakan gambaran bahwa shalat subuh menjadi salah satu ujian keimanan bagi seseorang yang mengatakan dirinya beriman, karena akan berbeda orang yang beriman dan orang yang munafik, dan hanya yang mampu melewati ujian tersebut yang akan dapat meraih kejayaan di akhirnya.

Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Kaifa Nuhafidzu ‘Alash Shalatil Fajri mengatakan :

“Shalat shubuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rakaatnya; hanya dua rekaat saja. Namun, ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit.”

Dari hal diatas, dapat terlihat korelasi yang erat antara shaff-shaff shalat subuh yang sepi dan kondisi umat islam yang terpuruk seperti saat ini. Sepinya shaff-shaff shalat shubuh menggambarkan betapa rapuhnya keimanan sebagian besar umat islam sekarang ini. Hanya di sebagian kecil wilayah saja dimana shalat shubuh berjamaah ramai didatangi orang. Bahkan di negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia, Indonesia, jarang sekali kita dapat melihat jama’ah shalat shubuh yang ramai.

Padahal para shalafushshalih dahulu begitu menilai tinggi shalat shubuh ini. Tergambar dari betapa menyesalnya Anas bin Malik yang pernah sekali waktu terlewat shalat shubuh pada waktunya karena sedang berperang merebut benteng tastar bersama pasukan muslim lainnya, padahal Allah telah mengampuni mereka. Kesedihan dan penyesalan akan hal tersebut terungkap dari mulut sang Sahabat tersebut:

“Buat apa Tastar?sungguh shalat shubuh telah berlalu dariku. Sepanjang usia, aku tidak akan bahagia seandainya dunia diberikan kepadaku sebagai ganti shalat ini!”.

Boleh jadi meremaikan jama’ah shubuh bukanlah satunya-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan umat, karena memang demikian. Tapi jama’ah shalat shubuh adalah indikator dari kondisi keimanan dari umat ini. Apakah umat ini dipenuhi oleh orang-orang yang benar-benar cinta kepada Allah dan syurgaNya, ataukah dipenuhi oleh orang-orang munafik yang hanya mengaku beriman, tapi lebih senang berselimut di tempat tidurnya dari pada pahala yang besar sebagai ganjaran usahanya. Allahu a’lam bi Showab.

Author:

F. Rachmat Kautsar

rachmat_kautsar@yahoo.com

fitrah.rachmat.kautsar@gmail.com

No comments: