Pages

Saturday, July 19, 2008

Merindukan Persatuan Umat

Juli 2008 sekarang. Masa kampanye untuk pemilu 2009 sudah dimulai. Setidaknya ada 34 partai yang akan bertanding memperebutkan suara terbanyak dari penduduk Indonesia yang berjumlah tidak kurang dari 220 juta orang. Sebagian ada yang merupakan partai lama peserta pemilu 2009, sebagian lagi adalah partai baru, tapi ada juga yang merupakan partai lama peserta pemilu 1999 yang tidak lolos electoral threshold pada pemilu 2004 lalu. Beragam janji-janji diberikan selama kampanye, beragam atribut dipasang di tempat-tempat umum, beragam cara dilakukan untuk meraih simpati massa. Tapi sebagian besar tidak berubah dari pola-pola lama yang dilakukan.

34 partai akan bertanding, sebagian besar menggunakan Pancasila sebagai asas partainya. Walaupun ada yang menggunakan itu sebagai topeng ideologi agar asas sebenarnya yang dibawa tidak terlalu terlihat. Entah apakah sebagai sebuah strategi pemenangan atau apa. Tapi hal demikian juga dapat dinilai sebagai ketidakberanian menunjukkan identitas partai yang sebenarnya. Tapi ada juga yang dengan tegas dan jelas menyebutkan hal lain selain pancasila sebagai asas pertainya, seperti marhaenisme dan lain sebagainya. Juga ada yang dengan tegas menyatakan Islam sebagai asas partai. Setidaknya tercatat tidak kurang dari 5 partai yang menempatkan Islam sebagai asas partai dalam pemilu 2009 ini. Jumlah yang sama dengan yang terjadi pada Pemilu 2004 lalu.

Namun entah bagaimana kita melihat hal ini, apakah sebagai sebuah kemajuan dalam kehidupan berbangsa di Negara ini, karena artinya kebebasan berpendapat dan berideologi sudah cukup terjamin, atau kemajuan dalam arti sebuah semangat keislaman yang akhirnya bisa bangkit kembali setelah sekian puluh tahun semangat itu ditindas, dipendam dan coba untuk dikubur hidup-hidup semenjak zaman pasca kemerdekaan lalu, karena sepertinya sejarah hampir tidak pernah mencatat adanya keleluasaan umat islam untuk menunjukkan jati diri keislaman yang sebenarnya melainkan akan mendapat tekanan dari pemerintah yang berkuasa, walaupun negeri ini dihuni sebagian besarnya oleh umat Islam.

Untuk hal terakhir ini, kita telah mencatat bagaimana dahulu para ulama yang berjuang habis-habisan untuk mewujudkan Indonesia merdeka kemudian harus mengalah demi persatuan bangsa dengan merelakan 7 kata tentang penerapan kewajiban bersyariat bagi umat islam dihapus dari Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal Pembukaan UUD 1945. Padahal semua orang harus mengakui kalau umat Islamlah yang paling berdarah-darah dalam perjuangan meraih kemerdekaan bagi Negara ini. Kemudian kita juga mencatat bagaimana kemudian partai Masyumi menjadi pertain terlarang padahal disanalah seluruh elemen umat islam untuk pertama kalinya dapat bersatu menjadi satu kekuatan politik yang tidak terpecah belah, atau kita juga masih ingat bagaimana Negara dengan populasi umat islam sebagai mayoritasnya ini melarang jilbab bagi wanita muslim di sekolah-sekolah dan di instansi-instansi Negara. –sekedar mengingat kembali apa yang pernah terjadi.

Kembali ke pembahasan di atas. Fenomena yang terjadi ini yang mulai berlangsung setelah reformasi 1998 terjadi, bagaimanapun haruslah disyukuri secara mendalam oleh kita semua. Namun kita juga harus menaggapinya secara kritis, karena bagaimanapun kita harus mengakui bahwa banyaknya partai yang berasaskan Islam adalah sebuah gambaran bagaimana umat Islam di negeri ini belum bisa untuk bersatu menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. karena cukup menyedihkan bila suara umat islam yang begitu besar harus terpecah dan akhirnya tidak mendapatkan hasil yang cukup signifikan. Pemilu 1999 dan 2004 seharusnya bisa menjadi pelajaran yang cukup berharga untuk itu, bagaimana beberapa partai yang mengusung Islam sebagai asasnya tidak mendapatkan suara yang cukup untuk menempatkan wakilnya di DPR. Atau ada yang harus berkoalisi dengan partai lain untuk bisa meraih suara minimum, walaupun disini juga bisa menjadi gambaran kecil bukti bahwa memang umat Islam di Indonesia belum bisa bersatu, karena partai-partai yang memiliki perolehan suara kecil tersebut ternyata lebih memilih untuk ber-stembush accord dengan partai yang bukan partai Islam.

Boleh jadi penantian tentang persatuan umat ini telah dirindukan oleh banyak orang, begitu pun dengan para ulama dan tokoh-tokoh islam di negeri ini. Kesadaran bahwa satu-satunya cara untuk dapat mengembalikan kembali kejayaan umat islam adalah dengan persatuan umat telah dimiliki oleh para tokoh tersebut. Namun entah mengapa, rasanya persatuan adalah sesuatu hal yang sangat sulit diraih. Ketika dahulu kita begitu merasakan persaingan yang terjadi antara dua organisasi islam terbesar di Negara ini yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, seakan-akan umat Islam Indonesia terpecah dalam dua wilayah besar, yang satu sama lain saling berebut pengaruh. Namun hal itu adalah masa lalu, toh kenyataannya para petinggi kedua organisasi tersebut pada akhirnya dapat bersepakat untuk saling bersinergis, sebuah anugerah besar bagi bangsa ini hal tersebut dapat terjadi. Satu persoalan selesai. Tapi belum semua persoalan selesai, kapankah semua elemen yang mengaku berjuang untuk menegakkan agama Allah yang mulia ini akan menyatukan langkah kaki dan mau untuk berdiri bersama bergerak dalam satu visi dan misi untuk mencapai Indonesia yang makmur dan sejahtera?

Mungkin benar, sesuatu yang besar dan sangat berharga haruslah diraih dengan harga yang mahal. Begitu juga dengan kejayaan umat Islam, hal berharga yang butuh bayaran mahal berupa persatuan umat.

No comments: